Perjalanan ke Hue, tanggal 18 Juni 2024, kami mulai dari
stasiun kereta api Da Nang menggunakan KA SE4 dengan jadwal keberangkatan pukul 12.57. Ternyata kereta api mengalami keterlambatan dan baru datang pukul 13.05. Sambil menunggu, saya dan istri sempat berbelanja bekal perjalanan dan salah satunya adalah makanan seperti otak-otak yang enak sekali. Ketika kereta akhirnya berangkat, kami mendapati tempat duduk kami berlawanan dengan arah laju kereta. Jadinya pemandangan sepanjang jalan yang sangat menarik antara bukit, hutan, dan pantai kami saksikan secara mundur, menarik tapi agak bikin pusing. Sekira pukul 16.00 kereta baru sampai di
Stasiun Hue, kami turun dan saya langsung membeli
bun bo Hue (sup mi beras khas Hue), sementara istri saya hanya pesan minuman saja. Selesai makan, kami mendapat tawaran taksi yang lumayan murah dan luxurius menggunakan kendaraan Vinfast yang cukup canggih. Tidak berapa lama kami sampai di
Homestay Lala Citadel tempat kami menginap. Namun, terpaksa harus menunggu staf homestay yang masih bepergian (mungki belanja) untuk mendapatkan kamar. Begitu staf datang, kami dapat kamar, melakukan pembayaran, dan sekaligus sewa motor untuk 2 hari dengan harga 130.000 Dong per hari. Homestay ini kecil tapi cukup menyenangkan dan terletak di dalam
benteng kota lama Hue. Pada masa
Dinasti Nguyen tahun 1802-1945, Hue menjadi ibukota Vietnam yang bersifat kerajaan. Sampai saat ini kompleks kerajaan itu masih berdiri dan menjadi objek wisata utama. Jadi, para wisatawan penggemar sejarah kerajaan akan senang berada di Hue.
Selepas rehat menghilangkan penat perjalanan, langsung kami tancap gas mencoba mengelilingi benteng dari luar. Kami berhenti sebentar di pinggir
Sungai Parfum untuk menyaksikan aktivitas warga lokal berolah raga sambil memikirkan rencana mau ke mana. Tidak lama kami memutuskan untuk menuju ke
Hue Night Walking Street. Ekspektasi kami akan seperti jalanan di
Bui Vien Ho Chi Minh atau
Beer Street di Hanoi, rupanya tidak dengan malam itu. Memang banyak kafe berjejer tetapi tidak banyak orang berlalu-lalang. Sepertinya hanya warga asing saja yang berkunjung. Kami salah waktu untuk datang barangkali. Karena itu, motor kami terus laju sembari menandai warung makan yang ramai pengunjung (mungkin bisa didatangi esok hari). Di tengah perjalanan, istri saya malah kepengin masuk ke pulau kecil (islet) yang ada di tengah sungai yang disebut sebagai
Hen Dune. Hanya ada 1 jembatan kecil menuju ke lokasi ini dan kami ikuti saja jalannya. Ketika sudah sampai ujung dan mesti berbelok menuju ruas jalan satunya untuk keluar pulau, kami melihat warung makan yang ramai sekali pengunjungnya dan hampir semuanya warga lokal. Alhasil kami berhenti, melihat menu, dan memesannya. Pada malam ini, kami memesan
com hen tanpa nasi,
banh loc, dan
banh beo, semua olahah rumahan. Ramai pengunjung menjadi penanda bahwa memang masakan yang disaijkan enak dan harga terjangkau. Setelah merasa cukup, berikutnya kami berencana melanjutkan perjalanan ke arah homestay.
Tetapi setelah masuk dari gerbang benteng arah homestay, kami malah memutuskan untuk ke luar gerbang satunya dan mampir ke Che Mo Ton Dich untuk mencari hidangan penutup. Hidangan ini berupa aneka warna bubur, sup buah, ronde yang semuanya ada sekitar 12 macam disajikan dalam mangkuk kecil-kecil. Untuk menyantapnya bisa dan mungkin perlu ditambahkan es batu agar tidak terlalu manis. Semuanya kami habiskan, hahaha.... dan hasilnya perut menjadi penuh. Untuk mengurangi rasa berat, kami keliling sebentar mengitari benteng bagian dalam. Tapi tetap saja, sesampai homestay, perut tetap penuh. Jadi, kami tidur bagai priyayi zaman baheula yang ngorok karena kekenyangan.
Keesokan hari, kami bangun agak malas-malasan. Keluar untuk mencari makan pada pukul 09.30 dan kami menuju ke warung
Bun Bo Ba Gai. Di warung ini kami menemukan bun bo yang benar-benar khas Hue di mana warna kuahnya agak kemerahan. Tapi sayang, karena terkenal mungkin, jadi harganya agak sedikit mahal. Dari warung ini kami langsung menuju ke tempat
peristirahatan kaisar Khai Dinh yang letaknya lumayan jauh dari kota. Bekas istana sekaligus makam raja ini, sangat ikonik karena di dalamnya terdapat hiasan yang mewah. Patung raja pun tampak glamor. Merasa belum cukup, dari sini kami menuju ke peristirahatan kaisar berikutnya, yaitu
Dong Kanh, tempat pekuburan raja yang ternyata sepi pengunjung. Kebetulan hanya kami berdua yang ada saat itu. Area istana dan makam sebenarnya sangat luas dan asri, meski keadaan ruang istana tak semegah milik raja Khai Dinh, tetapi mungkin kurang dipromosikan saja sehingga sepi. Dari sini, tidak terlalu jauh terletak
peristirahatan raja Tu Duc yang sangat luas. Istana dan pemakaman ini lumayan terkenal sehingga banyak pengunjung. Sayang beberapa bagian masih menalami renovasi sehingga kompleks istana kurang utuh. Agak sedikit lama kami di sini sekalian melepas lelah karena setiap lokasi istana dan makam memiliki tangga atau jalan naik yang lumayan tinggi. Selain itu, panas sangat menyengat. Setelah tenaga agak pulih, kami kembali ke kota. Di tengah perjalanan, kami merasa panas matahari membakar dan kebetulan alur jalan melewati
mall Go sehingga kami berhenti di situ. Masuk ke dalam mall lalu memesan minuman dan kue. Karena masih agak lapar kami lanjut naik ke atas ke bagian food court dan memesan bun serta roti sus. Setelah beberapa saat dan panas di badan menghilang, kami lanjut perjalanan kembali ke kota untuk menukar uang. Namun sebelum itu, kami sempatkan mampir ke rumah
Ho Chi Minh di masa kecil dan remaja yang terletak di jalan Mai Thuc Loan. Rumah yang cukup sederhana dan menyisakan bagian dapur yang masih dipertahankan bentuknya seperti ketika masih digunakan.
Selepas dari rumah Ho Chi Minh, tujuan kami berikutnya adalah masuk ke dalam
Imperial City, ibukota administratif kerajaan Hue. Area lokasi ini sangat luas. Terdapat 1 pintu masuk utama di mana di depannya berdiri bangunan megah sebagai tembok pertahanan utama. Gapura pintu masuk sangat tebal dan tinggi dan di atasnya terdapat ruang, mungkin untuk para penjaga gerbang masa itu. Banyak terdapat bangunan di dalamnya, dan semuanya nampak artistik. Kami tidak mengunjungi dan menyelisik satu per satu bangunan yang ada karena waktu dan tenaga. Jadi hanya melihat dan mengambil gambar seperlunya saja. Pintu keluar area ini ada 3 dan seperti bangunan kerajaan zaman dahulu di setiap pintu keluar ada jembatan karena tembok kota bagian dalam dikelilingi parit besar. Dari sini, berikutnya, kami menuju ke pasar
Dong Ba. Di dalam pasar kami hanya melihat-lihat saja sebentar lalu ke luar di sisi lain dan membeli yogurt di pinggir jalan. Tujuan kami berikutnya adalah berkeliling kota dari sisi luar. Kami mengitari pinggir sungai dan berhenti di salah satu spot tepian sungai Parfum yang digunakan untuk mandi dan bermain kano warga lokal. Kami duduk di pinggir sungai mengamati aktivitas warga sambil ngemil dan minum. Di spot ini banyak penjaja makanan dan minuman. Nah setelah itu, kami lanjut untuk mengelilingi tembok kota dari dalam. Rupanya kami banyak melewati jalan yang sama karena ingin kemabli mengamati toko-toko atau warung dan mencari lokasi Cafe
Tan. Rencana makan malam di sini tapi gagal karena kafe tidak menjual makanan selain kue dan minuman. Kami akhirnya pesan minuman saja sambil menikmati ruangan cafe yang didesain industrial. Setelah cukup malam, kami lanjut ke kedai untuk membeli minuman kemasan dan beberapa makanan ringan untuk perbekalan perjalanan esok hari. Sebelum kembali ke homestay kami isi perut dulu dengan bun bo di warung pinggir jalan. Sesampai di kamar kami packing dan rehat. Pagi hari, 20-06-24, kami bangun agak pagi karena jadwal kereta kami berangkat pukul 10.04 menuju Da Nang dan setelah itu kami masih harus lanjutkan perjalanan dengan mobil sewaan ke Hoi An. (**)
Catatan: Hue adalah kota kerajaan kuno, jadi sangat cocok untuk wisatawan yang menyukai sejarah, arsitektur masa lalu, dan hal-hal seputar kerajaan. Selain itu, di Hue terdapat istana peristirahan dan makam raja-raja yang letaknya saling terpisah, semuanya ada 7, bisa dipilih mana yang mau dikunjungi. Ada juga bekas taman, bangunan, dan bahkan reruntuhan candi masa kejayaan Champa masih bisa dilacak. Kota Hue tidak begitu besar dan di bulan Juni terik matahari sangat menyengat. Namun di dalam benteng kota tua-nya tidak begitu panas karena banyak pepohonan. Di dalam benteng kota tua, jarang terdapat hotel besar, paling hostel atau homestay yang terkadang letaknya di dalam gang.
No comments:
Post a Comment