10.5.25

Banyuwangi: Sekilas Kuliner dan Pantai Bagian Utara

Pada libur minggu panjang kali ini, saya dan istri berniat ke Banyuwangi. Kebetulan tugas istri mengantar wisatawan ke Bali, jadi dalam perjalanan pulang bisa singgah di Banyuwangi dan saya menyusul dari Jogja. Dari Stasiun Tugu pada hari Sabtu 10 Mei 2025 saya berangkat menggunakan kereta Wijaya Kusuma. Tepat pada pukul 18.32 kereta berangkat dengan perjalanan sekira 12 jam dan cocok untuk tidur. Kereta tiba di Stasiun Ketapang pada Minggu pagi pukul 05.40. Begitu keluar stasiun, saya pesen gojek pangkalan menuju Hotel Luminor di mana istri sudah menunggu. Langsung kami sarapan trus rehat hingga waktunya check out. Dari hotel ini, selanjutnya kami naik taksi online menuju ke warung makan legendaris, yaitu Warung Bik Ati yang menyediakan menu spesial rawon. Sekira 10 menit kami telah sampai. Saya pesan rawon buntut dan istri saya rawon kisi (otot). Tidak salah kiranya jika warung ini terkenal karena memang rawonnya enak dengan kuah tidak terlalu kental namun menyegarkan dan sambal yang pedas sangat. Ketika kami makan, para tamu berdatangan, parkir mobil berderet dan hampir semuanya berplat  nomor luar kota. Kami cukup lama di sini sekalian menunggu waktu untuk check in di Hotel Blambangan, pusat kota. Rupanya hujan turun sehingga rencana untuk jalan sore ke pantai kami tangguhkan.

Selepas hujan reda, hari mulai gelap, kami jalan kaki menuju resto Srengene Wetan yang sedang hit. Rupanya pengunjung sudah berjubel dan beberapa orang berada di waiting list. Akhirnya kami putuskan menuju ke Ratu Osing, resto sekaligus bakery. Di sini tidak langsung makan melainkan observasi oleh-oleh yang lumayan lengkap. Setelah cukup puas, baru pesan makanan. Tidak terlalu istimewa menunya namun enak rasanya. Tumis pokcoy, udang bakar, tahu goreng dan gurame sambal matah kami pilih. Hampir semuanya bisa dijumpai di kota lain. Namun, es gosrok (bingsoo) yang dihidangkan selepas makan besar sangatlah istimewa. Es gosrok rasa vanila dengan topping boba, jelly dan ice cream terasa lembut dan menyegarkan. Selain itu suasana resto juga menyenangkan ditambah dengan adanya live music. Cukup lama kami di sini sembari merencanakan tujuan jalan untuk besok pagi. Setelah merasa cukup, rencana yang sedianya akan jalan kaki kembali ke hotel tidak jadi karena perut penuh. Dengan taksi online akhirnya ke hotel kembali dan rehat lagi. Besok bangun pagi rencana jalan ke pantai.

Sekitar pukul 6 pagi, kami jalan dari hotel menuju ke pantai Boom. Waktu tempuh sekira 15 menit dan mengasyikkan karena melewati pasar tradisional. Banyak penjual di pinggir jalan dengan aneka dagangan dan pembeli pun berdesakan. Jalan yang tidak terlalu lebar membuat kendaraan berjalan sangat pelan. Setelah melewati pasar, tidak lama sudah sampai ke pintu masuk pantai. Jalan sudah tertata dengan baik, banyak kantong parkir, dan ada tempat khusus untuk memesan taksi online. Namun demikian, keadaan pantai lumayan kotor karena sampah pengunjung dan mungkin juga sampah kiriman. Pantainya berpasir hitam dengan panjang dan luasan yang lumayan, tetapi kurang menawarkan atraksi. Saya lihat hanya ada kuda tunggang saja. Spot yang menarik justru ada di semacam teluk kecil, sebelum pantai utama, di mana banyak perahu dan yacht bersandar. Di pinggiran teluk ada warung, cafe dan beberapa tempat duduk. Menariknya, jalanan di sekitar pinggiran pantai di pagi hari digunakan warga untuk jogging, berkumpul, dan bersantai. Sebenarnya, pantai ini bisa menjadi lokasi wisata andalan jika daya dukungnya dioptimalkan seperti jalan setapak menuju bibir pantai, kebersihan, jumlah toilet umum, dan terutama atraksi pinggir pantai bagi pengunjung. Setelah cukup puas, kami jalan kembali ke hotel untuk sarapan.

Siangnya, kami menuju ke warung Pondok Rujak Soto. Ya, menu rujak soto yang dari namanya saja sudah unik ingin kami coba. Rupanya makanan ini gabungan dari pecel (sayuran hijau, tahu, sambal kacang), lontong, dan soto. Kita tinggal pilih isiannya apakah daging atau babat. Rasanya ternyata enak dan menyegarkan. Harganya pun cukup murah yaitu Rp. 20.000,- seporsi. Berikutnya dari warung ini, perjalanan dengan menggunakan taksi online berlanjut menuju Pantai Bangsring dengan waktu tempuh sekitar 25 menit.

Wahana wisata ini cukup terkenal dengan tawaran atraksi diving, snorkeling, rumah apung, kano, dan berperahu menuju pulau Tabuhan atau Menjangan. Sebagai area wisata, tempat ini sudah sangat layak karena semuanya serba tertata. Area parkir, kamar mandi dan toilet, warung, gubuk untuk istirahat, loket masuk, penjualan tiket untuk semua atraksi termasuk perlengkapannya sudah komplit dan harga terjangkau. Hanya saja untuk transportasi umum belum tersedia. Pengunjung biasanya menuju ke sini dengan menggunakan bus sewaan atau kendaraan pribadi. Banyak wisatawan berkunjung untuk piknik keluarga di pinggir pantai, menyeberang ke rumah apung, berperahu ke pulau dan atraksi lainnya. Sebenarnya kami ingin ke pulau tetapi sewa perahu harganya Rp. 550.000,- pergi-pulang. Jika seandainya pergi berombongan tentu saja tarif itu cukup murah, tetapi kalau hanya berdua saja ya lumayan mahal hitungannya. Akhirnya coba menyeberang ke rumah apung untuk melihat kolam pemeliharaan ikan di tengah laut dan menyaksikan para wisatawan bersnorkeling. Angin lumayan agak kencang sehingga air laut kurang begitu tenang, jadi kami putuskan untuk tidak bersnorkeling. Saya kemudian hanya berenang di antara bibir pantai dan rumah apung dan istri menunggu di warung. Rupanya, di bawah air tidak semuanya pasir tetapi juga banyak batu karangnya sehingga mesti hati-hati menjejakkan kaki. Air cukup jernih dan banyak anak serta orang tua juga berenang. Setelah cukup puas, saya berbilas, ganti pakaian dan nongkrong di warung sambil menikmati suasana pantai. Menjelang sore kami mesti balik ke kota dan terpaksa menelpon sopir taksi untuk menjemput karena memang tidak ada transportasi umum dan aplikasi taksi online selalu gagal. 

Kami tidak langsung ke hotel melainkan mampir di Srengenge Wetan yang kebetulan masih banyak tempat duduk kosong. Saya memesan kesrut kikil, semacam asem-asem khas Banyuwangi dan minumah jakutes (jahe, kunyit, temulawak, dan sereh). Istri saya memesan aneka jenang (bubur) dan kue klepon. Penyajiannya tergolong klasik dan memang resto ini menyediakan menu masakan tradisional khas Banyuwangi. Rasanya enak, restonya nyaman, pengunjung banyak berdatangan, dan harga masih terjangkau. Selesai makan, kami jalan kaki menuju ke hotel. Malam ini mesti rehat karena keesokan paginya berkereta kembali menuju Jogja. Lain kali jika ada waktu, perlu eksplor lagi Banyuwangi. (**)

No comments:

Post a Comment

Banyuwangi: Sekilas Kuliner dan Pantai Bagian Utara

Pada libur minggu panjang kali ini, saya dan istri berniat ke Banyuwangi. Kebetulan tugas istri mengantar wisatawan ke Bali, jadi dalam perj...