Selepas hujan reda, hari mulai gelap, kami jalan kaki menuju resto Srengene Wetan yang sedang hit. Rupanya pengunjung sudah berjubel dan beberapa orang berada di waiting list. Akhirnya kami putuskan menuju ke Ratu Osing, resto sekaligus bakery. Di sini tidak langsung makan melainkan observasi oleh-oleh yang lumayan lengkap. Setelah cukup puas, baru pesan makanan. Tidak terlalu istimewa menunya namun enak rasanya. Tumis pokcoy, udang bakar, tahu goreng dan gurame sambal matah kami pilih. Hampir semuanya bisa dijumpai di kota lain. Namun, es gosrok (bingsoo) yang dihidangkan selepas makan besar sangatlah istimewa. Es gosrok rasa vanila dengan topping boba, jelly dan ice cream terasa lembut dan menyegarkan. Selain itu suasana resto juga menyenangkan ditambah dengan adanya live music. Cukup lama kami di sini sembari merencanakan tujuan jalan untuk besok pagi. Setelah merasa cukup, rencana yang sedianya akan jalan kaki kembali ke hotel tidak jadi karena perut penuh. Dengan taksi online akhirnya ke hotel kembali dan rehat lagi. Besok bangun pagi rencana jalan ke pantai.
Siangnya, kami menuju ke warung Pondok Rujak Soto. Ya, menu rujak soto yang dari namanya saja sudah unik ingin kami coba. Rupanya makanan ini gabungan dari pecel (sayuran hijau, tahu, sambal kacang), lontong, dan soto. Kita tinggal pilih isiannya apakah daging atau babat. Rasanya ternyata enak dan menyegarkan. Harganya pun cukup murah yaitu Rp. 20.000,- seporsi. Berikutnya dari warung ini, perjalanan dengan menggunakan taksi online berlanjut menuju Pantai Bangsring dengan waktu tempuh sekitar 25 menit.
Wahana wisata ini cukup terkenal dengan tawaran atraksi diving, snorkeling, rumah apung, kano, dan berperahu menuju pulau Tabuhan atau Menjangan. Sebagai area wisata, tempat ini sudah sangat layak karena semuanya serba tertata. Area parkir, kamar mandi dan toilet, warung, gubuk untuk istirahat, loket masuk, penjualan tiket untuk semua atraksi termasuk perlengkapannya sudah komplit dan harga terjangkau. Hanya saja untuk transportasi umum belum tersedia. Pengunjung biasanya menuju ke sini dengan menggunakan bus sewaan atau kendaraan pribadi. Banyak wisatawan berkunjung untuk piknik keluarga di pinggir pantai, menyeberang ke rumah apung, berperahu ke pulau dan atraksi lainnya. Sebenarnya kami ingin ke pulau tetapi sewa perahu harganya Rp. 550.000,- pergi-pulang. Jika seandainya pergi berombongan tentu saja tarif itu cukup murah, tetapi kalau hanya berdua saja ya lumayan mahal hitungannya. Akhirnya coba menyeberang ke rumah apung untuk melihat kolam pemeliharaan ikan di tengah laut dan menyaksikan para wisatawan bersnorkeling. Angin lumayan agak kencang sehingga air laut kurang begitu tenang, jadi kami putuskan untuk tidak bersnorkeling. Saya kemudian hanya berenang di antara bibir pantai dan rumah apung dan istri menunggu di warung. Rupanya, di bawah air tidak semuanya pasir tetapi juga banyak batu karangnya sehingga mesti hati-hati menjejakkan kaki. Air cukup jernih dan banyak anak serta orang tua juga berenang. Setelah cukup puas, saya berbilas, ganti pakaian dan nongkrong di warung sambil menikmati suasana pantai. Menjelang sore kami mesti balik ke kota dan terpaksa menelpon sopir taksi untuk menjemput karena memang tidak ada transportasi umum dan aplikasi taksi online selalu gagal.
Kami tidak langsung ke hotel melainkan mampir di Srengenge Wetan yang kebetulan masih banyak tempat duduk kosong. Saya memesan kesrut kikil, semacam asem-asem khas Banyuwangi dan minumah jakutes (jahe, kunyit, temulawak, dan sereh). Istri saya memesan aneka jenang (bubur) dan kue klepon. Penyajiannya tergolong klasik dan memang resto ini menyediakan menu masakan tradisional khas Banyuwangi. Rasanya enak, restonya nyaman, pengunjung banyak berdatangan, dan harga masih terjangkau. Selesai makan, kami jalan kaki menuju ke hotel. Malam ini mesti rehat karena keesokan paginya berkereta kembali menuju Jogja. Lain kali jika ada waktu, perlu eksplor lagi Banyuwangi. (**)
No comments:
Post a Comment