Catatan: Bulan Juni, cuaca Hoi An juga sangat panas. Aktivitas wisata banyak dilakukan di pagi dan petang hari. Banyak wisatawan yang hanya berkunjung dan tidak menginap (biasanya mereka menginap di Da Nang). Tidak banyak bank di Hoi An, jadi kalau perlu menukar uang harus mencari informasi di website agar mendapatkan rate yang baik. Sewa sepeda dan sepeda motor banyak tersedia. Wisatawan tidak diharuskan membeli tiket masuk ke kota tua. Pendapatan dari penjualan tiket ini akan digunakan untuk perbaikan-perbaikan yang diperlukan bagi kota tua. Makanan khas Hoai An adalah cao lau dan com ga (nasi ayam), meskipun menu seprti di kota lain juga ada. Menurut saya, Hoi An sangat menarik untuk dikunjungi, khususnya karena lansekap kota tuanya yang artistik. Jika mau ke pantai juga tidak terlalu jauh. Bahkan, wisata menyeberang pulau dan snorkeling juga tersedia. Atraksi perahu keranjang melintasi hutan palem nipah sangat perlu dicoba, tapi tentu saja perlu melihat review di website untuk setiap penyedia jasanya agar tidak terjebak terlalu mahal atau servis seadanya. (*)
20.6.24
Hoi An: Kota Tua Penuh Lentera
Perjalanan saya dan istri ke Hoi An dimulai dari stasiun kereta api Hue pada 20 Juni 2024 menuju stasiun Da Nang dan dari Da Nang lanjut naik mobil. Jadwal KA SE1 yang sedianya berangkat pukul 10.04 terlambat hingga pukul 11.00. Dan seperti waktu ke Hue, tempat duduk kami menghadap berlawanan arah dengan laju kereta. Kereta sampai Da Nang pukul 14.00 di mana supir yang sudah kami pesan menunggu. Langsung saja kami menuju Hoi An dengan durasi perjalanan sekira 50 menit. Begitu masuk kota Hoi An, kami berhenti sebentar membeli banh mi untuk dimakan setiba di hotel. Kami menginap di Lisa Homestay 2 yang terletak pas di pinggiran kota tua Hoi An. Jadi, kami bisa langsung jalan kaki menuju lokasi wisata ikonik dan terkenal itu, Old Town Hoi An. Tapi karena capek, kami rehat dan rebahan di kamar. Sore menjelang petang barulah kami turun untuk jalan-jalan. Tepat di depan pintu homestay pada sore hari telah berjajar gerai kaki lima sepanjang jalan dari ujung sungai satu ke ujung sungai yang lain. Ya, homestay kami letaknya di semacam pulau di tengah sungai dan di pinggir jalan area pasar malam (Night Market). Pertama kami jalan ke ujung sungai paling dekat dengan hotel. Dari jalan ini kemudian lurus menuju ujung sungai berikutnya. Banyak gerai mulai dari makanan, pakaian, mainan, souvenir, sampai tukang pijat. Di penghujung lainnya adalah pusat kota tua di mana hampir semua pengunjung ada di area ini. Ramai sekali. Atraksi menarik di kota tua selain deretan cafe, warung, dan gerai kaki lima pada petang hari adalah lampion-lampion yang menghiasi jalan dan bangunan serta naik perahu dan melepaskan lampion di tengah sungai.
Ribuan orang berada di area kota tua untuk menyusuri jalan, mengobservasi gedung-gedung dengan arsitektur lawas, belanja, makan-makan, dan tentu saja foto-foto. Kami mencoba naik perahu karena kebetulan di spot yang kami lewati tidak ada antrean. Sementara di spot lain antrean mengular. Harga tiket 150.000 Dong untuk 2 orang dan lampion air seharga 20.000 Dong per buah. Setelah mendapat tiket kami segera naik dan pendayung perahu di sini sangat mahir tidak hanya dalam mengendalikan perahu tetapi juga memotret dengan memilihkan spot dan merancang gaya yang menarik. Pengalaman naik perahu malam hari menjadi menarik karena setiap perahu berhiaskan lampion dengan pemandangan di kanan-kiri sungai yang berhiaskan lampion juga. Selain itu, jumlah perahu sangat banyak sehingga sungai penuh dengan lalu-lalang perahu berlampion. Hampir setiap perahu juga melepaskan lampion air membuat sungai di gelap hari penuh titik-titik cahaya. Selepas perahu, kami berdua terus berjalan menyusuri kota tua, menikmati suasana keramaian, membeli makanan dan minuman yang dijajakan warung di pinggir jalan dan memotret di sana-sini. Banyak sekali pemandangan menarik kota tua Hoi An di malam hari. Mungkin ketika siang juga tidak kalah menariknya, dan ini akan kami coba keesokan hari, karena kami cukup lelah dan harus istirahat.
Kami bangun pada pagi hari (21/06/24) sekira jam 6 dan harus segera bersiap karena telah memesan sewa sepeda motor untuk jam 7 pagi. Rupanya motor sewaan ini belum diisi bensin sehingga tidak bisa dijalankan. Akhirnya, pemilik homestay mengisikan sedikit bensin agar motor bisa distarter dan jalan. Jadi, kami tentu saja harus segera mencari pom bensin. Tidak perlu terlalu jauh, kami sudah sampai pom dan mengisi penuh tanki motor. Perjalanan kami lanjut untuk sarapan di Banh Mi Phuong yang cukup terkenal karena pernah diulas oleh Anthony Bourdain. Banyak sekali pembeli antre dan di antara mereka membeli dalam jumlah banyak. Kami harus ke kasir untuk memesan, mendapatkan nomor antrean, dan menunggu. Pelayanan lumayan cepat, kami makan di tempat, dan rasanya memang nikmat. Pantas saja banyak pembelinya. Dari kedai banh mi kemudian perlahan kami menuju ke Hacoconut untuk wisata sungai menggunakan perahu keranjang berbentuk bulat seperti baskom. Motor kami pacu pelan karena kami datang lebih pagi dari waktu janjian dengan penyedia jasa. Di tengah perjalanan kami seringkali dicegat oleh orang untuk diarahkan ke penyedia jasa lainnya. Rupanya atraksi wisata ini banyak persaingan. Dengan mengandalkan Gmaps kami akhirnya menemukan lokasi wisata yang cukup tersembunyi. Pemiliknya ramah dan langsung mempersilakan kami untuk naik ke perahu karena memang ia menyarankan kami datang pagi sebelum jam 09.30 saat belum banyak pengunjung. Kami naik perahu dengan pendayung yang kalem dan murah senyum. Perahu tidak ngebut dan pelan-pelan masuk jalur hutan kelapa/palem nipah.
Jalur dibuat berkelok dengan kanan-kiri pohon palem nipah yang rapat sehingga teduh. Di tengah hutan palem nipah, perahu berhenti dan pendayung mengambil gambar kami. Rupanya ada beberapa titik yang memang dipersiapkan untuk ambil gambar, namun kami jelas tidak berhenti di semua titik. Setelah keluar dari hutan palem nipah, perahu menuju ke spot atraksi. Seorang nelayan berdiri di tengah perahu dan memutar-mutarkan perahunya dengan kencang seolah menari. Wisatawan yang ingin bergabung dalam perahu tersebut, maksimal 2 orang, dipersilakan. Sungguh atraksi yang menarik. Berikutnya, pendayung mengajak kami mengambil gambar nelayan yang sedang melemparkan jalanya dan setelah itu mencoba memancing kepiting-kepiting kecil yang menempel di dermaga-dermaga pinggir sungai. Setelah itu, wisata yang sangat menarik ini berakhir. Kami rehat di warung Hacoconut, membeli minuman, dan kemudian lanjut kembali ke kota untuk menukar uang dan ke pasar. Penukaran uang menurut rekomendasi di beberapa web adalah toko emas Kim Hong Phuc. Benar saja, rate di sini di atas rata-rata. Tak lama dari penukaran, kami berdua blusukan ke pasar Hoi An. Dari jalan di sekitar dan yang mengitari sampai ke dalam pasar kami lalui. Berhenti di pinggir jalan untuk mencoba jajanan pasar, membeli es kelapa, dan masuk ke pasar untuk makan banh cuon. Tidak banyak sisi kota tua yang kami foto, hanya di sekitar pasar dan sisanya kami lalui pakai motor saja. Setelah lumayan capek dan kepanasan, kami kembali ke hotel untuk istirahat.
Menjelang petang, kami kembali ke pasar malam. Jalan pelan-pelan, mengamati jajaran gerai dan aktivitas orang-orang. Malam ini kami lebih banyak bersantai untuk mengobservasi dan menikmati suasana malam kota tua Hoi An. Kaki kami langkahkan ke sisi lain seberang jembatan hingga sampai ke bangunan ikonik yaitu, Chua Cau. Tapi sayangnya jembatan ini sedang direnovasi dan tertutup untuk umum. Suasana malam ini sama seperti malam sebelumnya, penuh dengan orang jalan hilir-mudik, kadang ada yang bersepeda, naik motor, dan ada gerobak lewat juga. Tidak banyak waktu kami habiskan di sini. Setelah menyusuri sisi lain dari malam sebelumnya, makan sate dan membeli minuman, kami kembali ke homestay. Pagi harinya, sekira jam 07.00 kami turun mencari sarapan banh mi. Kembali kami jalan ke kota tua, melewati jembatan dan duduk di salah satu sudut jalan. Kami pesan minuman dan makan banh mi yang kami bawa sambil menikmati suasana pagi. Banyak orang, terutama warga lokal, duduk ngobrol sambil minum teh, kopi, atau jus di warung-warung pinggir sungai. Pagi hari, matahari belum terasa panas sekali, wisatawan sudah banyak yang datang dan pergi. Pagi hari di pinggir sungai kota tua Hoi An sungguh menyenangkan untuk dinikmati. Tetapi kami harus segera pergi karena menjelang siang harus segera ke airport Da Nang untuk terbang kembali. Jadi, kami segera melangkahkan kaki ke homestay, mandi, rehat, menata barang bawaan pulang, dan menunggu jemputan mobil yang telah kami pesan. Rute perjalan kami kembali ke Jogja adalah Danang - Kuala Lumpur (menginap semalam) - Jogja. (**)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Hoi An: Kota Tua Penuh Lentera
Perjalanan saya dan istri ke Hoi An dimulai dari stasiun kereta api Hue pada 20 Juni 2024 menuju stasiun Da Nang dan dari Da Nang lanjut nai...
-
Liburan akhir tahun 2023, kami lalui dengan melakukan perjalanan kereta api dari Jogja menuju Tegal lanjut Semarang terus ke Solo dan kemb...
-
Perjalanan saya dan istri ke Hoi An dimulai dari stasiun kereta api Hue pada 20 Juni 2024 menuju stasiun Da Nang dan dari Da Nang lanjut nai...
-
Perjalanan libur cuti saya dan istri kali ini bermula dari rumah yang letaknya cukup jauh dari stasiun Yogyakarta. Ditambah, kami masing-mas...
No comments:
Post a Comment