Pacitan merupakan salah satu kabupaten di Jawa Timur yang berbatasan dengan Jawa Tengah. Daerah ini terkenal dengan batu akik, wisata goa, pantai, dan akhir-akhir ini sungai. Saya dan istri beserta 3 keponakan berkunjung ke Pacitan selama 2 hari 2 malam. Tepatnya pada tangga 3-5 April 2015. Kami berlima berangkat dari Jogja pagi hari menjelang siang. Perjalanan melewati Wonosari dan Wonogiri. Kondisi jalan sudah sangat baik. Sampai di Pacitan kira-kira pukul 14.00. Kami langsung mengambil kamar di Hotel Pacitan. Sebuah hotel model lama yang terletak di samping alun-alun. Cukup sederhana dan lumayan untuk menginap 2 malam. Berikutnya kami langsung jalan menuju ke Pantai Teleng Ria, hanya sekedar untuk melihat-lihat. Pantai ini berada tepat di ujung kota dan menjadi lokasi liburan keluarga yang menyenangkan. Banyak penginapan, wahana dan warung penjaja souvenir dan makanan. Namun kami tidak terlalu lama di sini hanya sekedar lewat karena tujuan kami adalah Pantai Srau.
Kami harus berkendara keluar kota mengikuti jalan utama kemudian masuk ke jalan desa arah pantai Srau. Jalan dan pemandangan sangat baik. Hanya ketika sudah memasuki jalan desa lebar jalan mulai menyempit dan mobil tidak bisa ngebut sehingga perjalanan terasa agak lama. Akan tetapi perjalanan terbayarkan ketika sudah sampai ke pantai yang begitu indah. Pasir putih membentang, bukit karang di sisi kanan dan kiri, dan ceruk-ceruk karang di pinggir laut dihiasi berbagai macam biota laut. Ombak di pantai ini tergolong besar. Di lokasi ini juga sering digunakan untuk camping ataupun perhelatan acara tertentu. Setelah puas main di area berpasir, kami jalan kaki menuju bukit karang. Dari atas bukit ini kita bisa menyaksikan lautan luas terbentang. Pemandangan di atas bukit sangat elok. Di bukit ini pula terdapat batu-batu menonjol tempat para pemancing duduk. Ya, Srau memang merupakan salah satu lokasi memancing favorit. Setelah hari menjelang gelap, kami berkendara kembali ke penginapan, berisitirahat memulihkan tenaga untuk perjalanan keesokan harinya.
Malam itu, sebelum istirahat kami mencoba makan di warung sekitar alun-alun. Banyak sekali pedagang kaki lima di sini. Banyak pula menu yang bisa dipilih dengan harga yang sangat terjangkau. Selesai makan, kami jalan-jalan sebentar di sekitar alun-alun sebelum pergi tidur. Pagi harinya, tujuan wisata kami pertama adalah Goa Tabuhan. Goa ini sangat unik karena memiliki stalaktit yang jika dipukul menghasilkan nada yang sesuai dengan gamelan Jawa. Di sekitar stalaktit ini sudah ada sekelompok musisi gamelan yang memainkan komposisi dengan menabuh stalaktit. Goa ini tidaklah terlalu dalam dan tinggi, namun kita bisa masuk ke beberapa ruang yang ada dengan menundukkan kepala. Di depan goa kita bisa berbelanja souvenir berupa batu akik. Tidak jauh dari lokasi ini terdapat Goa Song Terus, tapi kami hanya mampir sebentar saja.
Tujuan kami berikutnya adalah Goa Gong yang sangat terkenal itu. Sesampai di lokasi, parkir terdekat sudah penuh sehingga kami mengambil parkir di sisi bawah jalan. Untuk menuju ke goa kita harus berjalan kaki atau menyewa ojek. Di pinggir jalan berjejer penjual batu akik, souvenir, dan makanan. Untuk masuk ke goa kita harus antri. Memang benar kiranya jika goa ini dianggap sebagai goa yang indah karena memang begitulah kenyataannya. Kita bisa menyusuri kedalaman goa dengan jalan dan anak tangga yang sudah tersedia. Komposisi stalaktik, stalakmit, rembesan, tetesan, dan genangan air dipadu lampu warna-warni menghasilkan pesona yang luar biasa. Kita serasa dibawa ke negeri lain. Pantas saja jika banyak wisatawan yang berkunjung ke lokasi ini. Ruang di goa ini begitu luas dan dalam yang membuat kita puas untuk menjelajah. Setelah cukup lama di obyek wisata ini, perjalanan kami lanjutkan menuju Pantai Klayar.
Obyek wisata ini termasuk favorit sehingga banyak wisatawan mengunjunginya. Setelah jalan utama, kita harus melalui jalan desa yang lumayan sempit dan berliku. Berwisata di sini harus memiliki kesabaran ekstra karena di beberapa tikungan dan ruas jalan tidak cukup untuk berpapasan sehingga banyak pemuda desa pengatur lalu lintas kendaraan yang membantu. Tidak jarang terdapat pengemudi yang tidak sabaran sehingga berusaha untuk mencuri jalan namun hasilnya justru membuat tambah ruwet. Segala kesulitan ini terbayar dengan pemandangan pantai yang luar biasa cantiknya. Mobil kami parkir di salah satu bukit dan kami jalan sedikit melingkar melalui punggung bukit dan menyaksikan keindahan pantai Klayar dari ketinggian. Di pantai ini kita selain bisa bermain air juga bisa menyewa ATV menuju ke seawater fountain. Sebuah karang yang berdiri tinggi di sisi timur pantai dan ketika ombak besar menabraknya air membuncah bagaikan air mancur. Pantai ini sungguh menarik.
Perjalanan kami berikutnya adalah mencoba atraksi susur Sungai Maron dengan berperahu. Sungai ini terletak di desa Dersono Pringkuku yang tersembunyi di lembah antara bebukitan. Jalan menuju ke sungai ini sungguh merupakan tantangan tersendiri. Tidak disarankan bagi pengemudi yang tidak berpengalaman. Jalan masih berbatu, sempit, meliuk-liuk, dan sering menemui tikungan tajam dan curam. Sepanjang perjalanan hampir tidak dijumpai orang baik bersepeda motor ataupun jalan kaki. Desa Dersono seolah terpisah dari desa lainnya. Begitu sudah sampai di pinggiran sungai, jalanan melandai. Kami menuju ke salah satu rumah yang menyewakan perahu. Pada saat itu harga sewa perahu hanya 100.000 Rupiah pergi pulang, murah sekali. Mulailah kami berperahu menyusuri Sungai Maron yang berakhir di Pantai Ngiroboyo.
Pemandangan kanan-kiri sungai sangat menakjubkan. Jajaran pohon kelapa, perbukitan, dan pepohonan lain. Tidak jarang kami melihat burung hinggap di pepohonan atau batu di pinggir sungai. Kami juga berpapasan dengan perahu penduduk kampung atau wisatawan lain. Di beberapa bagian sungai yang dangkal digunakan penduduk setempat untuk menyeberang. Nahkoda kapal sedikit membagi cerita kepada kami tentang bebatuan, lokasi yang masih dianggap mistis, dan kegiatan para warga. Sekitar 30 menit, perahu kami harus berlabuh karena telah sampai di muara Pantai Ngiroboyo. Di sekitar muara dan pantai terdapat gubuk-gubuk wisata. Kami bermain-main di pantai yang berpasir hitam pekat. Pada saat itu air sungai berwarna coklat, sedikit mengurangi keindahan namun tetap saja menakjubkan. Pertemuan air sungai dan laut membawa nuansa tersendiri. Kami bermain-main di antara air sungai dan laut. Di pantai ini beberapa pengemudi perahu standby karena ada beberapa wisatawan yang menyusur sungai dari muara menuju ke desa, berkebalikan dari kami.
Setelah cukup puas, kami kembali menyusur sungai ke desa. Sesampai di desa kami istirahat sebentar menikmati teh hangat dan gorengan di rumah pemilik perahu. Setelah mengucap terimakasih kami kembali menuju kota melalui jalan desa terusan dari jalan yang kami lalui tadi. Tidak mudah melewati jalan ini keadaannya hampir sama sewaktu kami hendak menuju desa. Tetapi sekali lagi pemandangan alam dan kampung-kampung yang kami lalui sungguh sangat menyenangkan. Jalanan panjang, berliku dan melingkar sebelum sampai ke jalan utama. Sesampai di kota kami tidak langsung ke hotel melainkan mampir sebentar ke Pantai Teleng Ria. Kali ini kami mencoba untuk jalan-jalan di sekitar pantai yang berbentuk teluk ini. Menjelang gelap kami memutuskan untuk kembali ke hotel. Sebelum berangkat kami membeli bakso dari pedagang keliling. Mungkin karena lapar sungguh terasa nikmat. Tidak lama kemudian kami kembali ke hotel dan sebelumnya sempat berfoto di depan rumah pak SBY. Sesampai di hotel kami beristirahat dan menyiapkan diri karena keesokan harinya harus kembali ke Jogja. (**)
Kami harus berkendara keluar kota mengikuti jalan utama kemudian masuk ke jalan desa arah pantai Srau. Jalan dan pemandangan sangat baik. Hanya ketika sudah memasuki jalan desa lebar jalan mulai menyempit dan mobil tidak bisa ngebut sehingga perjalanan terasa agak lama. Akan tetapi perjalanan terbayarkan ketika sudah sampai ke pantai yang begitu indah. Pasir putih membentang, bukit karang di sisi kanan dan kiri, dan ceruk-ceruk karang di pinggir laut dihiasi berbagai macam biota laut. Ombak di pantai ini tergolong besar. Di lokasi ini juga sering digunakan untuk camping ataupun perhelatan acara tertentu. Setelah puas main di area berpasir, kami jalan kaki menuju bukit karang. Dari atas bukit ini kita bisa menyaksikan lautan luas terbentang. Pemandangan di atas bukit sangat elok. Di bukit ini pula terdapat batu-batu menonjol tempat para pemancing duduk. Ya, Srau memang merupakan salah satu lokasi memancing favorit. Setelah hari menjelang gelap, kami berkendara kembali ke penginapan, berisitirahat memulihkan tenaga untuk perjalanan keesokan harinya.
Malam itu, sebelum istirahat kami mencoba makan di warung sekitar alun-alun. Banyak sekali pedagang kaki lima di sini. Banyak pula menu yang bisa dipilih dengan harga yang sangat terjangkau. Selesai makan, kami jalan-jalan sebentar di sekitar alun-alun sebelum pergi tidur. Pagi harinya, tujuan wisata kami pertama adalah Goa Tabuhan. Goa ini sangat unik karena memiliki stalaktit yang jika dipukul menghasilkan nada yang sesuai dengan gamelan Jawa. Di sekitar stalaktit ini sudah ada sekelompok musisi gamelan yang memainkan komposisi dengan menabuh stalaktit. Goa ini tidaklah terlalu dalam dan tinggi, namun kita bisa masuk ke beberapa ruang yang ada dengan menundukkan kepala. Di depan goa kita bisa berbelanja souvenir berupa batu akik. Tidak jauh dari lokasi ini terdapat Goa Song Terus, tapi kami hanya mampir sebentar saja.
Tujuan kami berikutnya adalah Goa Gong yang sangat terkenal itu. Sesampai di lokasi, parkir terdekat sudah penuh sehingga kami mengambil parkir di sisi bawah jalan. Untuk menuju ke goa kita harus berjalan kaki atau menyewa ojek. Di pinggir jalan berjejer penjual batu akik, souvenir, dan makanan. Untuk masuk ke goa kita harus antri. Memang benar kiranya jika goa ini dianggap sebagai goa yang indah karena memang begitulah kenyataannya. Kita bisa menyusuri kedalaman goa dengan jalan dan anak tangga yang sudah tersedia. Komposisi stalaktik, stalakmit, rembesan, tetesan, dan genangan air dipadu lampu warna-warni menghasilkan pesona yang luar biasa. Kita serasa dibawa ke negeri lain. Pantas saja jika banyak wisatawan yang berkunjung ke lokasi ini. Ruang di goa ini begitu luas dan dalam yang membuat kita puas untuk menjelajah. Setelah cukup lama di obyek wisata ini, perjalanan kami lanjutkan menuju Pantai Klayar.
Obyek wisata ini termasuk favorit sehingga banyak wisatawan mengunjunginya. Setelah jalan utama, kita harus melalui jalan desa yang lumayan sempit dan berliku. Berwisata di sini harus memiliki kesabaran ekstra karena di beberapa tikungan dan ruas jalan tidak cukup untuk berpapasan sehingga banyak pemuda desa pengatur lalu lintas kendaraan yang membantu. Tidak jarang terdapat pengemudi yang tidak sabaran sehingga berusaha untuk mencuri jalan namun hasilnya justru membuat tambah ruwet. Segala kesulitan ini terbayar dengan pemandangan pantai yang luar biasa cantiknya. Mobil kami parkir di salah satu bukit dan kami jalan sedikit melingkar melalui punggung bukit dan menyaksikan keindahan pantai Klayar dari ketinggian. Di pantai ini kita selain bisa bermain air juga bisa menyewa ATV menuju ke seawater fountain. Sebuah karang yang berdiri tinggi di sisi timur pantai dan ketika ombak besar menabraknya air membuncah bagaikan air mancur. Pantai ini sungguh menarik.
Perjalanan kami berikutnya adalah mencoba atraksi susur Sungai Maron dengan berperahu. Sungai ini terletak di desa Dersono Pringkuku yang tersembunyi di lembah antara bebukitan. Jalan menuju ke sungai ini sungguh merupakan tantangan tersendiri. Tidak disarankan bagi pengemudi yang tidak berpengalaman. Jalan masih berbatu, sempit, meliuk-liuk, dan sering menemui tikungan tajam dan curam. Sepanjang perjalanan hampir tidak dijumpai orang baik bersepeda motor ataupun jalan kaki. Desa Dersono seolah terpisah dari desa lainnya. Begitu sudah sampai di pinggiran sungai, jalanan melandai. Kami menuju ke salah satu rumah yang menyewakan perahu. Pada saat itu harga sewa perahu hanya 100.000 Rupiah pergi pulang, murah sekali. Mulailah kami berperahu menyusuri Sungai Maron yang berakhir di Pantai Ngiroboyo.
Pemandangan kanan-kiri sungai sangat menakjubkan. Jajaran pohon kelapa, perbukitan, dan pepohonan lain. Tidak jarang kami melihat burung hinggap di pepohonan atau batu di pinggir sungai. Kami juga berpapasan dengan perahu penduduk kampung atau wisatawan lain. Di beberapa bagian sungai yang dangkal digunakan penduduk setempat untuk menyeberang. Nahkoda kapal sedikit membagi cerita kepada kami tentang bebatuan, lokasi yang masih dianggap mistis, dan kegiatan para warga. Sekitar 30 menit, perahu kami harus berlabuh karena telah sampai di muara Pantai Ngiroboyo. Di sekitar muara dan pantai terdapat gubuk-gubuk wisata. Kami bermain-main di pantai yang berpasir hitam pekat. Pada saat itu air sungai berwarna coklat, sedikit mengurangi keindahan namun tetap saja menakjubkan. Pertemuan air sungai dan laut membawa nuansa tersendiri. Kami bermain-main di antara air sungai dan laut. Di pantai ini beberapa pengemudi perahu standby karena ada beberapa wisatawan yang menyusur sungai dari muara menuju ke desa, berkebalikan dari kami.
Setelah cukup puas, kami kembali menyusur sungai ke desa. Sesampai di desa kami istirahat sebentar menikmati teh hangat dan gorengan di rumah pemilik perahu. Setelah mengucap terimakasih kami kembali menuju kota melalui jalan desa terusan dari jalan yang kami lalui tadi. Tidak mudah melewati jalan ini keadaannya hampir sama sewaktu kami hendak menuju desa. Tetapi sekali lagi pemandangan alam dan kampung-kampung yang kami lalui sungguh sangat menyenangkan. Jalanan panjang, berliku dan melingkar sebelum sampai ke jalan utama. Sesampai di kota kami tidak langsung ke hotel melainkan mampir sebentar ke Pantai Teleng Ria. Kali ini kami mencoba untuk jalan-jalan di sekitar pantai yang berbentuk teluk ini. Menjelang gelap kami memutuskan untuk kembali ke hotel. Sebelum berangkat kami membeli bakso dari pedagang keliling. Mungkin karena lapar sungguh terasa nikmat. Tidak lama kemudian kami kembali ke hotel dan sebelumnya sempat berfoto di depan rumah pak SBY. Sesampai di hotel kami beristirahat dan menyiapkan diri karena keesokan harinya harus kembali ke Jogja. (**)
No comments:
Post a Comment