Malaka adalah salah satu kota yang berada di bawah naungan Unesco selain Penang di Malaysia. Saya dan istri mengunjungi kota kecil ini selama 2 hari 1 malam. Kami datang tanggal 20 Desember 2014 dan pergi besok siangnya. Kami mengambil penerbangan Jogja-Johor Bahru pada 19 Desember 2014 yang merupakan rute baru dari AirAsia, namun sayang rute itu sekarang telah ditutup. Turun di bandara kita bisa mendapat tumpangan bus gratis menuju kota Johor dengan menunjukkan boarding pass pesawat. Di Johor kami hanya menginap semalam saja di hotel backpacker yang kurang recomended namun cukup untuk sekedar beristirahat. Pagi harinya, kami menunggu bus di halte depan mall Johor Baru City Square. Tiba-tiba bus kota berwarna biru berhenti dan menanyakan tujuan kami. Setelah kami jawab bahwa mau ke terminal bus Larkin, si sopir mempersilakan kami naik. Ketika kami mau bayar ia menolaknya karena bus tersebut memang gratis disediakan untuk wisatawan. Jadi dari bandara ke kota Johor dan dari kota ke terminal kami dapat tumpangan bus gratis. Sesampai di Larkin kami beristirahat sebentar sebelum memesan tiket menuju Malaka. Larkin merupakan terminal besar yang memiliki jalur transportasi ke hampir semua kota di semenanjung Malaysia dan Singapura. Setelah akhirnya membeli tiket seharga 21 Ringgit per orang, kami segera menuju tempat bus Mayang Sari parkir dan bersiap berangkat ke Malaka.
Sesampai di terminal bus Malaka Sentral kami memesan taksi seharga 15 ringgit menuju kota. Sebenarnya ada bus yang menuju ke kota namun kami pengen segera sampai. Di Malaka kami menginap di The Santo Inn hostel di jalan Hang Kasturi, namun ternyata hostel tersebut telah berganti nama menjadi Monkey Motel & Cafe. Kamarnya kecil namun bersih dan dekat dengan pusat keramaian Jonker Street (walk). Sebuah ruas jalan yang menjadi pusat wisata di mana setiap malam mobil dan motor tidak boleh berlalu dan jalan berubah menjadi pasar malam yang riuh. Di sini kita bisa jalan-jalan sepuasnya sambil menikmati kuliner yang dijajakan. Nah, pada siang itu sebelum Jonker berubah menjadi pasar malam, kami menyewa sepeda dan berkeliling ke obyek-obyek wisata di Malaka. Sepeda kami kayuh menyusuri jalan Jonker dan berhenti di beberapa lokasi yang menurut kami menarik di antaranya adalah Kampung Kling Mosque dan Cheng Hoon Teng Temple. Berikutnya kami ambil jalan melingkar di seputar bangunan-bangunan tua dan menyeberang jembatan menuju ke Christ Church. Di sekitar gereja terdapat taman dan plaza sehingga kita bisa berjalan kaki keliling. Persis di seberang gereja terdapat miniatur kincir angin seperti di Belanda dan penjual cendol yang sangat populer yaitu Cendol Jam Besar. Di plaza depan gereja berderet tukang becak yang menawarkan jasanya mengantar wisatawan keliling kota tua. Becak-becak ini bekerja sampai malam hari dan mereka menghiasi becaknya dengan aneka rupa gambar, bunga, warna dan lampu kerlap-kerlip.
Di sisi yang lain kita bisa berkunjung ke Museum of Literature dan Democratic Museum, namun kami tidak masuk ke kedua museum tersebut. Di atas bukit terdapat reruntuhan gereja St. Paul. Kami tertarik dan berjalan mendaki bukit yang lumayan tinggi. Bentuk reruntuhan gereja ini sangat artistik dan dari atas bukit tersebut kita bisa memandang kota malaka serta lautan yang berhadapan dengan kota. Turun dari bukit kami menuju ke Porta de Santiago (A Famosa), berupa reruntuhan benteng masa Portugis di Malaka. Bentuk reruntuhan juga sangat artistik. Dari benteng ini kami meneruskan perjalanan menuju ke Museum Sultan Malaka. Rupanya kami terlambat karena museum telah tutup. Dari museum kami langsung menuju ke Kincir Air Melaka yang terletak di pinggir sungai. Dari sini kami menyusuri sungai dan menyaksikan kapal yang lalu lalang membawa wisatawan menikmati wisata sungai. Di area ini juga terdapat museum Maritim. Begitu hari mulai petang kami mengayuh sepeda kembali ke hotel, mandi dan siap berjalan-jalan di Jonker Walk (Street). Malam itu kami mencoba berbagai macam kuliner yang enak dan cukup murah. Pagi harinya sebelum menuju terminal bus, kami sempatkan berjalan kaki di sekitar motel, menyeberang jembatan dengan sungai yang pagi itu nampak sangat bersih dan rehat sebentar di pinggiran Little India. Kemudian kami melewati gereja St. Francis Xavier dan berjalan sepanjang jalan Meredeka hingga kembali sampai di sekitar Stadhuys yang berdampingan dengan gereja Christ. Tak beberapa lama kami kembali ke hotel, sarapan dan berangkat menuju terminal bus meninggalkan Malaka sebuah kota tua dengan arsitektur bangunan lama model Melayu, Tionghoa, Portugis, dan Belanda yang menarik untuk diamati.
No comments:
Post a Comment