27.6.17

Vientiane: Sebuah Ibu Kota yang Tak Terlalu Ramai Namun Menyenangkan


Tanggal 27 Juni 2017 saya dan istri memulai perjalanan ke Vientiane dari Kuala Lumpur. Pesawat berangkat sekitar pukul 07.00 waktu setempat dan mendarat di Wattay International Airport Vientiane sekira jam 09.00 waktu setempat. Begitu sampai bandara dan selepas pemeriksaan paspor kami langsung menukar duit ke Kip mata uang Laos. Di Vientiane mereka menerima hampir semua mata uang, namun yang populer adalah Dollar, Euro, dan Ringgit. Kami tak menemui info penukaran Rupiah. Penukaran uang di bandara menurut beberapa situs traveling lebih dianjurkan karena tidak ada perbedaan signifikan dengan tempat penukaran di kota. Vientiane memiliki rate yang lebih tinggi dibanding Vangvieng dan Luang Prabang. Dari bandara kami berikutnya pesan taksi menuju pusat kota (sentral) di mana hotel kami berada. Ongkos taksi dari bandara ke tengah kota adalah 7 US atau 57.000 Kip. Sesampai di Hemera Hotel kami belum bisa check in, sehingga kami putuskan untuk jalan-jalan. Karena tidak ada tujuan khusus selama di Vientiane, kami cenderung observasi saja.

Disebabkan rasa agak lapar kaki kami melangkah ke Pho Zap, warung makan spesial pho (sup mie) yang cukup terkenal di Vientiane. Kami pilih porsi large (prosi lain adalah small, jumbo dan golden). Benar saja, porsi large memang dihidangkan dalam mangkuk yang besar. Meski demikian, karena rasanya yang enak dan perut minta diisi, porsi large itupun habis juga. Selepas menikmati pho, kami berencana menuju Patuxai, namun kaki kami terhenti di sebuah Vihara Wat That Phoun. Sebuah kompleks peribadatan yang luas, teduh dan serasa nyaman. Kebetulan pada saat itu sedang akan diselenggarakan semacam jamuan bagi para Bhiksu sehingga kami bisa melihat aktivitas yang sangat menarik itu. Ibu-ibu dan para Bhiksu menyiapkan hidangan makanan yang tertata rapi di atas meja. Kami senang melihatnya. Setelah itu kami mengobservasi area sekitar dan mendapati berbagai bangunan peribadatan yang menarik. Pada saat itu juga di beberapa lokasi sedang dibangun bangunan baru. Puas di Wat That Phoun, kami langsung menuju Patuxai. Monumen ini dibangun sebagai dedikasi atas perjuangan kemerdekaan Laos dari Perancis dalam masa perang tahun 1957-68. Bentuk monumen ini menyerupa Arc de Triomphe di Paris. Pengunjung dapat memasuki bangunan ini dengan membayar tiket hanya 3000 Kip. Dari atas bangunan ini kita bisa memandang kota Vientiane dan di dalam bangunan kita juga bisa membeli aneka ragam souvenir. Dari sisi luar, Patuxai berdiri di area atau kompleks taman yang indah secara konsep namun sedikit kurang terawat. Bentuk taman ini nampak artistik jika dilihat dari atas Patuxai namun kurang impresif ketika kita berada di tamannya. Meski demikian kompleks Patuxai sangat layak untuk dikunjungi.

Dari Patuxai kami menuju hotel, check in dan rehat sebentar. Sore harinya kami lanjutkan jalan kaki menuju ke Wat Sisaket yang tidak jauh dari hotel. Sisaket merupakan salah satu kuil atau wihara Buddha di Vientiane yang dibangun tahun 1818. Wihara ini sekarang dijadikan museum dan wajib dikunjungi. Di dekat Sisaket kita juga bisa melihat Istana Presiden, karena memang letaknya tidak berjauhan. Namun, kita tidak boleh masuk ke dalamnya. Di dekat istana ini ada Wat Ho Phra Keo yang sekarang ini juga sudah dijadikan museum. Kebetulan pada saat itu sudah tutup sehingga kami hanya bisa mengambil gambar bangunannya saja tanpa bisa masuk ke dalamnya. Dari sini kaki kami langkahkan menuju ke pinggiran Sungai Mekong yang membatasi Laos dan Thauiland.  Di pinggiran sungai ini terdapat Patung Chaou Anouvong dan taman yang mengitarinya.

Setiap sore sampai malam di sekitar dan di dalam taman digelar pasar malam yang menjual berbagai aneka barang dagangan termasuk pakaian, makanan dan souvenir. Sebelum sampai taman kami melihat lapak dagangan makanan dan tertarik. Tanpa tahu itu apa, kami mencoba memesan 2 jenis makanan dan ternyata enak sekali. Mungkin itu yang disebut dengan Tam Som (salad pepaya), masakan khas Laos. Sementara itu, jalan di depan taman yang merupakan jalan baru pada saat malam hari tidak lagi dilewati mobil dan kendaraan bermotor sehingga banyak orang jalan kaki, jogging atau menggelar senam di jalan tersebut, pun demikian di dalam taman. Intinya, sore sampai malam hari taman dan sekitarnya nampak meriah. Di pinggir sungai juga terdapat area luas yang dapat digunakan untuk berbagai macam aktivitas atau hanya sekedar nongkrong sambil menunggu matahari terbenam sekalian melihat bangunan di sisi lain sungai wilayah Thailand. Malam itu kami habiskan waktu di pasar malam.

Hari berikutnya kami sengaja menyewa tuktuk untuk berkeliling seharian. Tujuan pertama adalah Pa That Luang, stupa emas yang menjadi salah satu ikon Vientiane yang wajib untuk dikunjungi. Di kompleks ini juga terdapat beberapa bangunan peribadatan serta tempat tinggal para Bhiksu. Selanjutnya kami menuju luar kota dan singgah sebentar di Stasiun Kereta Api Tanaleng yang biasa digunakan orang untuk naik kereta menuju Nongkhai Thailand. Di Tanaleng kami hanya sebentar dan segera melanjutkan perjalanan ke Buddha Park. Jalan menuju lokasi taman Buddha ini sedang dibangun sehingga penuh kerikil dan debu. Jalanan berada di sekitar pinggir sungai Mekong jadi kita bisa melihat wilayah Thailand di seberang. Buddha Park merupakan taman yang dihiasi dengan patung atau ikon Buddha dari berbagi episode cerita dan versi. Taman ini lumayan menarik untuk dikunjungi dan berfoto. Setelah makan siang di taman ini perjalanan kami lanjutkan menuju ke Friendship Bridge, jembatan persahabatan yang menghubungkan Laos dengan Thailand. Jembatan ini dibangun atas bantuan Australia. Kita diperbolehkan jalan kaki sampai ke tengah jembatan dimana setengah jalan lain adalah wilayah Thailand. Selepas dari jembatan, kami langsung kembali ke kota dan menuju pinggiran sungai Mekong untuk menikmati sunset dan mencari sovenir dan makan di pasar malam. Setelah puas mengitari night market, kami kembali ke hotel dan bersiap untuk terbang keesokan harinya. Kunjungan di Vientiane selama 2 malam 2 hari sudah sangat cukup bagi kami dan menarik.

Catatan: hawa di Vientiane lumayan panas dan berdebu jadi siapkan topi dan kacamata. Jam 9 malam kota sudah sepi kecuali di area backpacker dan night market di pinggiran sungai Mekong. Semua barang jualan pasar bisa ditawar termasuk ongkos tuktuk (kecuali makanan). Hujan terkadang turun dengan deras (kami berkunjung di bulan Juni) jadi siapkan payung. Penukaran uang terbaik menurut pengalaman kami adalah Phongsavanh Bank


No comments:

Post a Comment

Hoi An: Kota Tua Penuh Lentera

Perjalanan saya dan istri ke Hoi An dimulai dari stasiun kereta api Hue pada 20 Juni 2024 menuju stasiun Da Nang dan dari Da Nang lanjut nai...