5.2.17

Sekilas Yangon, Ibu Kota yang Hidup Riuh

Di sela-sela tugas di Yangon, saya gunakan waktu di luar pekerjaan untuk pergi ke area kota. Pembangunan Yangon konon waktunya hampir bersamaan dengan pembangunan Jakarta dan Bangkok. Namun, sekilas perwajahan Yangon kurang menunjukkan kemajuan yang cukup. Sebenarnya banyak bangunan yang sangat cantik secara arsitektur namun kurang terawat. Kompleks tempat tinggal masyarakat kota berupa flat dan apartemen menandakan bahwa Yangon adalah kota modern. Mungkin karena situasi politik dan ekonomi sehingga membuat Yangon sedikit banyak tertinggal dengan kota lain di Asia Tenggara. Jalan utama kota dan negara memang sudah diaspal dengan baik namun jalan di dalam kota juga banyak yang masih berupa jalan tanah. Banyak hotel berdiri namun kunjungan wisatawan masih terlihat kurang. Pada saat itu geliat ekonomi kelihatannya mulai terasa karena di hotel saya berjumpa dengan beberapa pengusaha asal Malaysia dan staf tekhnologi asal China. Namun hampir semuanya mengeluh dengan kebijakan yang terlalu ketat. Semoga sekarang sudah dalam keadaan yang lebih baik.


Jalanan lumayan tertib namun di pusat kota sedikit semrawut karena banyak bus yang berhenti di pinggir jalan. Myanmar menerapkan sistem jalan kanan namun kemudi mobil ada yang dikiri dan ada yang di kanan. Hal inilah yang menyebabkan ruwet karena banyak bus yang pintu masuk penumpangnya justru menghadap jalan (namun dewasa ini sudah banyak kendaraan diimport ke Myanmar dengan setir kiri sehingga lebih aman menggunakan lajur kanan). Di pinggiran jalan banyak kita jumpai warung teh yang sangat sederhana dengan jejeran meja kursi plastik tanpa tenda. Selain itu ada juga pedagang makanan keliling baik siang maupun malam hari. Toko 24 jam juga ada dan menjual berbagai macam keoerluan bahkan rokok dan minuman beralkohol pun banyak macamnya. Harga di sini lebih murah jika dibandingkan dengan Indonesia. Di pusat kota terdapat Bogyoke Aung San Market atau pasar pusat. Hampir semua jualan ada di sini dan yang paling terkenal adalah batu merah delima atau ruby. Perantara pedagang banyak yang berkebangsaan Bangladesh dan cukup fasih berbahasa Indonesia. Di sepanjang trotoar jalan berdiri berbagai toko tenda yang menjual aneka barang dagangan. 

Pada saat itu teknologi komunikasi di Yangon sedikit tertinggal. Tidak ada telepon umum dan kalau ada bentuknya serupa telepon rumahan yang disediakan oleh pelapak di pinggir jalan. Jadinya adalah telepon umum swasta. Sementara itu, handphone sangat jarang dimiliki karena nomor sulit didapat dan pulsa mahal. Bahkan untuk orang asing, membeli nomor HP bisa jadi sangat ribet dan harganya selangit. Komunikasi melalui internet juga tercatat sangat sulit. Meskipun di hotel disediakan wifi namun fasilitas chating bisa dipastikan diblock. Jadinya, internet hanya digunakan untuk surfing saja atau sekedar memasang gambar dan status. Namun demikian, kita masih bisa menggunakan fasilitas mobile chat melalui smartphone karena mungkin tidak banyak penggunanya sehingga mobile net tidak mengalami pemblokiran.

Meski Myanmar pada tahun 2010 sudah terbuka bagi wisatawan asing, namun ada beberapa daerah yang belum boleh dikunjungi. Bahkan ketika berada di Yangon para wisatawan tidak diperbolehkan memotret gedung pemerintah yang berwarna merah bata. Jadi harus sedikit hati-hati ketika menggunakan kamera. Namun juga tidak perlu terlalu khawatir kehilangan objek karena banyak gedung selain gedung pemerintah yang berasitektur baik di Yangon. Tatanan kota dan beberapa bangunan merupakan peninggalan jaman kolonial. Struktur kota juga sudah terencana namun kurang terpelihara baik terutama di jalan-jalan sekitar flat dan apartemen pusat kota. Penghuninya terlalu berjibun. Untuk bepergian di sekitaran kota kita bisa menggunakan taksi. Sementara untuk antar kota bisa menggunakan bus dan di luar kota terdapat becak serta tuk-tuk. Dari seluruh kilasan perjalanan di Yangon ini yang menarik dan membuat bangga adalah banyaknya masyarakat Myanmar yang mengenakan pakaian tradisional mereka sehari-hari. Para lelaki mengenakan kemeja khusus, bersarung dan mengenakan sandal. Sementara yang perempuan mengenakan kain dan baju atasan yang khas serta selendang. Kita bisa menjumpai mereka di sepanjang jalan apalagi ketika kita berkunjung ke Pagoda. Hebat. 

No comments:

Post a Comment

Hoi An: Kota Tua Penuh Lentera

Perjalanan saya dan istri ke Hoi An dimulai dari stasiun kereta api Hue pada 20 Juni 2024 menuju stasiun Da Nang dan dari Da Nang lanjut nai...