Selepas hujan reda, hari mulai gelap, kami jalan kaki menuju resto Srengene Wetan yang sedang hit. Rupanya pengunjung sudah berjubel dan beberapa orang berada di waiting list. Akhirnya kami putuskan menuju ke Ratu Osing, resto sekaligus bakery. Di sini tidak langsung makan melainkan observasi oleh-oleh yang lumayan lengkap. Setelah cukup puas, baru pesan makanan. Tidak terlalu istimewa menunya namun enak rasanya. Tumis pokcoy, udang bakar, tahu goreng dan gurame sambal matah kami pilih. Hampir semuanya bisa dijumpai di kota lain. Namun, es gosrok (bingsoo) yang dihidangkan selepas makan besar sangatlah istimewa. Es gosrok rasa vanila dengan topping boba, jelly dan ice cream terasa lembut dan menyegarkan. Selain itu suasana resto juga menyenangkan ditambah dengan adanya live music. Cukup lama kami di sini sembari merencanakan tujuan jalan untuk besok pagi. Setelah merasa cukup, rencana yang sedianya akan jalan kaki kembali ke hotel tidak jadi karena perut penuh. Dengan taksi online akhirnya ke hotel kembali dan rehat lagi. Besok bangun pagi rencana jalan ke pantai.
Travel dan Ransel
semacem catatan perjalanan
10.5.25
Banyuwangi: Sekilas Kuliner dan Pantai Bagian Utara
Pada libur minggu panjang kali ini, saya dan istri berniat ke Banyuwangi. Kebetulan tugas istri mengantar wisatawan ke Bali, jadi dalam perjalanan pulang bisa singgah di Banyuwangi dan saya menyusul dari Jogja. Dari Stasiun Tugu pada hari Sabtu 10 Mei 2025 saya berangkat menggunakan kereta Wijaya Kusuma. Tepat pada pukul 18.32 kereta berangkat dengan perjalanan sekira 12 jam dan cocok untuk tidur. Kereta tiba di Stasiun Ketapang pada Minggu pagi pukul 05.40. Begitu keluar stasiun, saya pesen gojek pangkalan menuju Hotel Luminor di mana istri sudah menunggu. Langsung kami sarapan trus rehat hingga waktunya check out. Dari hotel ini, selanjutnya kami naik taksi online menuju ke warung makan legendaris, yaitu Warung Bik Ati yang menyediakan menu spesial rawon. Sekira 10 menit kami telah sampai. Saya pesan rawon buntut dan istri saya rawon kisi (otot). Tidak salah kiranya jika warung ini terkenal karena memang rawonnya enak dengan kuah tidak terlalu kental namun menyegarkan dan sambal yang pedas sangat. Ketika kami makan, para tamu berdatangan, parkir mobil berderet dan hampir semuanya berplat nomor luar kota. Kami cukup lama di sini sekalian menunggu waktu untuk check in di Hotel Blambangan, pusat kota. Rupanya hujan turun sehingga rencana untuk jalan sore ke pantai kami tangguhkan.
26.1.25
Mbolang di Changi
Penerbangan Jogja-Phuket yang kami pilih bertransit di Singapura. Pada saat keberangkatan pada tanggal 23 Januari 2025 mesti singgah selama 5 jam. Tidak banyak yang kami lakukan selain mbolang di Terminal 1 Changi Airport. Hendak pergi ke kota merasa waktunya nanggung. Selain itu kondisi fisik saya tidak fit serta kepala sedikit pusing. Alhasil saya dan istri jalan mondar-mandir dari gedung terminal ke Jewel kembali ke gedung terminal lagi. Waktu tunggu pesawat yang terasa cukup lama membuat kami mesti melakukan aktivitas agar tidak bosan. Tetapi karena kondisi tubuh kurang baik, maka yang dilakukan kemudian adalah observasi tempat istirahat yang enak. Rupanya ruang khusus untuk istirahat penumpang sudah penuh sementara kursi-kursi tunggu pun demikian. Bahkan di setiap cafe juga penuh. Akhirnya mencoba ke taman yang ada di luar ruangan yang disediakan untuk para perokok. Ada beberapa kursi kosong dan di sinilah kami duduk dalam waktu cukup lama. Karena ternyata hawanya semakin lama semakin panas, kembali lagi masuk gedung dan tetap saja belum ada kursi kosong. Dengan segala ketaknyamanan ini kami memutuskan untuk masuk ke ruang tunggu dekat gerbang keberangkatan, meski jadwal terbang masih cukup lama. Untung ada 2 tempat duduk kosong di pojokan. Di sini saya tetapkan untuk tidur menunggu gate boarding dibuka. Pada saat transit kepulangan pada tanggal 26 Januari 2025, kami kembali di Terminal 1 ini dan langsung menuju ke Jewel untuk mengisi perut. Kali ini waktu lay over lumayan lama karena pesawat kami terbang ke Jogja keesokan harinya. Akan tetapi, sudah sejak awal keberangkatan, kami sengaja tidak memesan hotel untuk menginap. Jadi tetap akan menghabiskan waktu di Changi. Bagaimana kondisinya, ya kami belum tahu.
23.1.25
Old Town Phuket, Pantai, dan Siam Niramit
Perjalanan ke Phuket kami mulai dari Stasiun Tugu Jogja pada 23 Januari 2025 pukul 05.30 menuju ke Bandara YIA. Waktu pagi dipilih agar bisa sarapan dengan santai di bandara karena pesawat Scoot baru akan terbang pada pukul 09.45. Selepas check in dan sarapan, kami masuk ruang tunggu. Pesawat terbang tepat waktu dan sesuai rutenya, kami mesti lay over di Singapura sekira 5 jam. Tidak banyak yang kami lakukan di Changi Airport Terminal 1 selain urus imigarsi untuk keluar bandara sebentar, makan siang di food court area Jewel dan jalan-jalan menghabiskan waktu di dalam area bandara. Tepat pukul 18.30 waktu setempat, pesawat terbang dan turun di Phuket International Airport pada pukul 19.30. Seperti umumnya bandara di negara Asean yang belum secanggih Singapura, antrean imigrasi padat mengular. Januari memang terhitung masih peak season meski tidak sepuncak bulan Desember. Butuh waktu kurang lebih 1 jam untuk urusan imigrasi ini. Begitu selesai, segeralah ritual tukar uang dilakukan dan langsung turun ke terminal kedatangan, jalan kaki menuju terminal domestik di mana bus umum ke kota berada. Sedkit berlari karena harus mengejar jadwal bus, sebab kalau terlambat bus baru akan ada 1 jam berikutnya. Benar saja, kami adalah penumpang terakhir yang naik dan bus langsung tancap gas. Perjalanan sekira 50 menit dan sampailah di area Old Town. Kami turun, jalan kaki menuju Fulfill Hostel tempat menginap sembari membeli kebab dan minuman kaleng di pinggir jalan sekedar pengganjal perut. Old Town di malam hari di atas jam 21.00 sudah banyak kedai tutup meski sebagian masih buka sampai jam 23.00. Suasana kota tua ini terasa sejuk waktu malam, jalanan tampak bersih, dan bangunan-bangunan kuno masih berdiri berjajar. Tak lama sampailah kami di hostel, urus administrasi, dan langsung menuju kamar. Selepas meletakkan tas, langsung saja kembali keluar untuk mencari makan. Saya hanya ingin makanan berkuah malam itu untuk menghangatkan badan, karena kondisi kurang fit dan kepala agak pusing. Namun yang buka sampai malam umumnya cafe dan resto western. Satu resto makanan khas Thailand masih buka, kami datangi dan pelayannya langsung memasang tanda "close". Untunglah tidak jauh dari situ ada warung makan Wanlamun & Egg e Egg yang masih buka dan ramai pembeli. Di sini saya memesan bihun kuah dan teh hangat sementara istri saya pesan nasi ketan dan mangga serta minum kelapa muda. Rasanya lumayan enak meski kurang nendang dan cukup untuk mengisi perut dan membuat badan hangat serta berkeringat. Selapas makan, membeli air mineral dan snack di mini mart lalu kembali ke hostel dan segera rehat karena kaki dan badan sudah lelah. Kami tidur, mengisi ulang energi untuk jalan-jalan esok pagi.
24.12.24
Secuil Eropa Di Phu Quoc
Phu Quoc merupakan salah satu pulau di Vietnam yang dijadikan sebagai tujuan wisata. Di pulau ini dibangun beberapa wahana untuk menarik wisatawan. Saya bersama istri mencoba melihat sekilas Phu Quoc. Pada tanggal 24 Desember berangkat dan kembali ke HCMC tanggal 26 Desember 2024. Perjalanan dimulai dari Bandara Tan Son Nhat dengan menggunakan penerbangan murah Vietravel Airlines pada pukul 16.55 dan sampai di Phu Quoc International Airport pada pukul 18.10. Meski ada bus umum menuju kota, kami ambil taksi Xanh menuju Hotel An Phu. Selepas check in dan meletakkan barang, kami mencoba jalan kaki sekitaran hotel sambil mencari makan malam. Langkah terhenti di warung makan Mi Vit Tiem Loi Ty. Di warung ini saya memesan mi kuah dan istri saya memesan dim sum serta banh trang cac loai (rice paper yang diiris tipis-tipis dicampur mangga, jeruk, bubuk cabai, daun mint, dan telur puyuh). Rasa banh trang memang khas apalagi ada campuran irisan mangga dan daun mint. Setelah melahap habis semua makanan, kami mencoba melanjutkan jalan kaki. Tetapi tidak terlalu jauh jalannya, karena berniat akan mengobservasi keesokan hari. Menjelang sampai hotel, mampir dulu di cafe Highland Coffee. Di sini istri saya memesan es teh yang diberi krim dan biji bunga teratai (tra sen vang), sementara saya seperti biasa memesan es kopi susu. Tidak menghabiskan waktu lama, lanjut menyeberang jalan dan mampir di mini mart untuk membeli air minum. Segara setelahnya, menuju ke hotel karena kebetulan istri saya merasa kurang enak badan. Malam ini kami rehat dan perjalanan berlanjut esok.
Perjalanan keesokan harinya, dimulai selepas sarapan di hotel. Kami sewa motor dari hotel seharga 150.000 Dong per hari dan jam 10 pagi mulai berkendara, menuju ke bandara. Tujuan ke bandara adalah menanyakan perihal jaket istri saya yang tertinggal di pesawat yang kami tumpangi kemarin. Setelah petugas keamanan menanyakan pada maskapai, ternyata tidak ada barang tertinggal. Terpaksa mesti diikhlaskan. Dari bandara motor kami laju menuju jalur barat-selatan ke An Thoi. Jarak sekira 12 kilometer, dan di pertengahan jalan, berhenti dulu di warung untuk beli minuman karena cuaca panas. Lanjut perjalanan kemudian dengan gegas dan akhirnya sampailah di Sun World. Sebuah area wisata buatan yang didesain seperti kota bukit dan pantai di Eropa. Di area ini banyak gedung berjajar dengan bentuk dan komposisi artistik yang diperuntukkan sebagai hotel, resto, cafe, dan juga kantor serta wahana wisata. Replika beberapa landmark Eropa ada di sini. Wahana paling terkenal adalah kereta gantung yang melewati atas laut dan pulau-pulau. Nah, kami tidak bisa naik karena terlambat datang untuk jadwal pagi hari. Kalau mau menunggu jadwal berikutnya siang sampai sore, tapi kami tidak bisa sebab mesti menuju ke lokasi lain. Beberapa wahana menarik yang ditawarkan di sini adalah, pantai, taman bermain, anjungan untuk menikmati sunset, pasar malam, dan juga pertunjukan khusus yang diadakan di panggung arena pinggir pantai. Setelah kami merasa cukup mengobservasi, perjalanan berlanjut ke sisi barat-utara pulau. Kami ambil jalur lain melewati pinggir pantai. Pemandangannya indah, ada warung, kampung nelayan, perahu, tempat penjemuran ikan, dan hamparan pasir serta pohon nyiur. Namun tidak begitu jauh, jalanan mulai tidak beraspal, tanah merah. Hal ini membuat motor kami tidak bisa cepat karena harus menghindari cerukan tanah dan tonjolan batu, namun cukup mengasyikkan. Begitu lajur pinggir pantai habis, jalan mesti berbelok, melawati pinggir hutan dan perkampungan, kami lalu ambil jalur lain menuju ke jalan utama, jalur tengah. Motor segera melaju untuk mencari pengisi perut.
22.12.24
Landmark, Kuliner, & Cafe di HCMC
Kembali saya bersama istri pergi ke Ho Chi Minh City (HCMC) untuk libur Desemberan. Tujuan kami tidak begitu jelas sebenarnya selain mencoba mengunjungi landmark, kulineran, dan ke cafe. Lebih tepatnya ingin ke tempat yang belum dikunjungi. HCMC memang berkembang cukup pesat, berdasar berita dari web, banyak tempat kunjungan baru yang ditawarkan. Nah, karena itulah perjalanan ini terjadi. Dari Jogja tanggal 21 Desember 2024, pagi hari, kami naik kereta Taksaka menuju Jakarta. Sesampai stasiun Gambir langsung pesan gocar menuju ke BNI City karena ingin mencoba naik kereta bandara Jakarta. Begitu tiba di bandara, lanjut mencoba kalayang, kereta antar terminal. Dari terminal 2 kami menuju terminal 3, lokasi di mana mobil dari Hotel Zest, tempat kami menginap, bersedia menjemput. Waktu istirahat di hotel mesti dimanfaatkan dengan cukup baik karena keesokan harinya mesti terbang ke HCMC. Kali ini kami mencoba menggunakan Vietjet Air (kebetulan dapat tiket harga murah). Pesawat berangkat pukul 13.30 dan tiba pada pukul 16.30. Namun suasana bandara Tan Son Nhat sedang mengalami renovasi dan kru maskapai sedikit kurang berkoordinasi sehingga bus agak terlambat menjemput. Sesampai hall kedatangan, para penumpang sudah menumpuk di imigrasi, jadi harus sabar mengantre. Butuh waktu 1 jam mulai turun pesawat sampai keluar imigrasi. Begitu keluar bandara, ritual penukaran uang dan membeli sim card mesti dilakukan.
Biasanya, kami sewa taksi menuju kota, namun kali ini istri saya ingin mencoba naik bus umum. Sekeluar bandara kaki melangkah menuju pemberhentian bus dan mengambil shuttle nomor 109 menuju jalan Pham Ngu Lao. Harga tiket sangat murah, hanya 15.000 Dong per orang. Perjalanan memakan waktu sekira 50 menit, karena jalan agak macet. Sampai di pemberhentian terakhir kami jalan menuju ke Sevel untuk membeli makanan ringan dan minuman, lanjut ke Hotel Le Vu. Selepas urusan check in, meletakkan barang (ransel) langsung menuju ke warung Pho Quynh, tidak jauh dari hotel, yang terkenal kelezatan pho-nya. Memang pho di sini enak dan warung selalu ramai, apalagi tempatnya persis di pojokan perempatan jalan, mudah diakses. Setelah cukup puas, kami melanjutkan jalan kaki menyusuri jalan Bui Vien yang selalu heboh dengan gemerlap dunia Cafe & Bar nya. Kami tidak berhenti, terus bejalan pelan sambil menikmati suasana hiruk-pikuk yang ada. Dari jalan ini, sampai pertigaan sebelum ujung jalan, belok kiri melewati gang di mana hotel kami untuk beberapa hari berikutnya berada. Berikutnya berjalan terus menuju Central Market yang terletak di bawah tanah taman publik Pham Ngu Lao. Namun sebelum itu, mampir dulu di cafe & resto DaybyDay. Di sini memesan es kopi susu dan es kopi asin yang rasanya mantap didukung set cafe yang artistik seperti taman dan ditambah live music. Sungguh membuat betah. Tapi sayang, kami merasa cukup lelah sehingga mesti rehat. Dalam menuju ke hotel, menyempatkan waktu sedikit mengobservasi gerai dagangan dan makanan yang ada di Central Market, yang rupanya masih lumayan baru sehingga banyak gerai baru akan dibuka. Keluar dari sini mampir sekali lagi ke Sevel sebelum akhirnya masuk ke hotel.
20.6.24
Hoi An: Kota Tua Penuh Lentera
Perjalanan saya dan istri ke Hoi An dimulai dari stasiun kereta api Hue pada 20 Juni 2024 menuju stasiun Da Nang dan dari Da Nang lanjut naik mobil. Jadwal KA SE1 yang sedianya berangkat pukul 10.04 terlambat hingga pukul 11.00. Dan seperti waktu ke Hue, tempat duduk kami menghadap berlawanan arah dengan laju kereta. Kereta sampai Da Nang pukul 14.00 di mana supir yang sudah kami pesan menunggu. Langsung saja kami menuju Hoi An dengan durasi perjalanan sekira 50 menit. Begitu masuk kota Hoi An, kami berhenti sebentar membeli banh mi untuk dimakan setiba di hotel. Kami menginap di Lisa Homestay 2 yang terletak pas di pinggiran kota tua Hoi An. Jadi, kami bisa langsung jalan kaki menuju lokasi wisata ikonik dan terkenal itu, Old Town Hoi An. Tapi karena capek, kami rehat dan rebahan di kamar. Sore menjelang petang barulah kami turun untuk jalan-jalan. Tepat di depan pintu homestay pada sore hari telah berjajar gerai kaki lima sepanjang jalan dari ujung sungai satu ke ujung sungai yang lain. Ya, homestay kami letaknya di semacam pulau di tengah sungai dan di pinggir jalan area pasar malam (Night Market). Pertama kami jalan ke ujung sungai paling dekat dengan hotel. Dari jalan ini kemudian lurus menuju ujung sungai berikutnya. Banyak gerai mulai dari makanan, pakaian, mainan, souvenir, sampai tukang pijat. Di penghujung lainnya adalah pusat kota tua di mana hampir semua pengunjung ada di area ini. Ramai sekali. Atraksi menarik di kota tua selain deretan cafe, warung, dan gerai kaki lima pada petang hari adalah lampion-lampion yang menghiasi jalan dan bangunan serta naik perahu dan melepaskan lampion di tengah sungai.
Ribuan orang berada di area kota tua untuk menyusuri jalan, mengobservasi gedung-gedung dengan arsitektur lawas, belanja, makan-makan, dan tentu saja foto-foto. Kami mencoba naik perahu karena kebetulan di spot yang kami lewati tidak ada antrean. Sementara di spot lain antrean mengular. Harga tiket 150.000 Dong untuk 2 orang dan lampion air seharga 20.000 Dong per buah. Setelah mendapat tiket kami segera naik dan pendayung perahu di sini sangat mahir tidak hanya dalam mengendalikan perahu tetapi juga memotret dengan memilihkan spot dan merancang gaya yang menarik. Pengalaman naik perahu malam hari menjadi menarik karena setiap perahu berhiaskan lampion dengan pemandangan di kanan-kiri sungai yang berhiaskan lampion juga. Selain itu, jumlah perahu sangat banyak sehingga sungai penuh dengan lalu-lalang perahu berlampion. Hampir setiap perahu juga melepaskan lampion air membuat sungai di gelap hari penuh titik-titik cahaya. Selepas perahu, kami berdua terus berjalan menyusuri kota tua, menikmati suasana keramaian, membeli makanan dan minuman yang dijajakan warung di pinggir jalan dan memotret di sana-sini. Banyak sekali pemandangan menarik kota tua Hoi An di malam hari. Mungkin ketika siang juga tidak kalah menariknya, dan ini akan kami coba keesokan hari, karena kami cukup lelah dan harus istirahat.
18.6.24
Hue: Ibu Kota Kerajaan Penuh Sejarah
Perjalanan ke Hue, tanggal 18 Juni 2024, kami mulai dari stasiun kereta api Da Nang menggunakan KA SE4 dengan jadwal keberangkatan pukul 12.57. Ternyata kereta api mengalami keterlambatan dan baru datang pukul 13.05. Sambil menunggu, saya dan istri sempat berbelanja bekal perjalanan dan salah satunya adalah makanan seperti otak-otak yang enak sekali. Ketika kereta akhirnya berangkat, kami mendapati tempat duduk kami berlawanan dengan arah laju kereta. Jadinya pemandangan sepanjang jalan yang sangat menarik antara bukit, hutan, dan pantai kami saksikan secara mundur, menarik tapi agak bikin pusing. Sekira pukul 16.00 kereta baru sampai di Stasiun Hue, kami turun dan saya langsung membeli bun bo Hue (sup mi beras khas Hue), sementara istri saya hanya pesan minuman saja. Selesai makan, kami mendapat tawaran taksi yang lumayan murah dan luxurius menggunakan kendaraan Vinfast yang cukup canggih. Tidak berapa lama kami sampai di Homestay Lala Citadel tempat kami menginap. Namun, terpaksa harus menunggu staf homestay yang masih bepergian (mungki belanja) untuk mendapatkan kamar. Begitu staf datang, kami dapat kamar, melakukan pembayaran, dan sekaligus sewa motor untuk 2 hari dengan harga 130.000 Dong per hari. Homestay ini kecil tapi cukup menyenangkan dan terletak di dalam benteng kota lama Hue. Pada masa Dinasti Nguyen tahun 1802-1945, Hue menjadi ibukota Vietnam yang bersifat kerajaan. Sampai saat ini kompleks kerajaan itu masih berdiri dan menjadi objek wisata utama. Jadi, para wisatawan penggemar sejarah kerajaan akan senang berada di Hue.
Selepas rehat menghilangkan penat perjalanan, langsung kami tancap gas mencoba mengelilingi benteng dari luar. Kami berhenti sebentar di pinggir Sungai Parfum untuk menyaksikan aktivitas warga lokal berolah raga sambil memikirkan rencana mau ke mana. Tidak lama kami memutuskan untuk menuju ke Hue Night Walking Street. Ekspektasi kami akan seperti jalanan di Bui Vien Ho Chi Minh atau Beer Street di Hanoi, rupanya tidak dengan malam itu. Memang banyak kafe berjejer tetapi tidak banyak orang berlalu-lalang. Sepertinya hanya warga asing saja yang berkunjung. Kami salah waktu untuk datang barangkali. Karena itu, motor kami terus laju sembari menandai warung makan yang ramai pengunjung (mungkin bisa didatangi esok hari). Di tengah perjalanan, istri saya malah kepengin masuk ke pulau kecil (islet) yang ada di tengah sungai yang disebut sebagai Hen Dune. Hanya ada 1 jembatan kecil menuju ke lokasi ini dan kami ikuti saja jalannya. Ketika sudah sampai ujung dan mesti berbelok menuju ruas jalan satunya untuk keluar pulau, kami melihat warung makan yang ramai sekali pengunjungnya dan hampir semuanya warga lokal. Alhasil kami berhenti, melihat menu, dan memesannya. Pada malam ini, kami memesan com hen tanpa nasi, banh loc, dan banh beo, semua olahah rumahan. Ramai pengunjung menjadi penanda bahwa memang masakan yang disaijkan enak dan harga terjangkau. Setelah merasa cukup, berikutnya kami berencana melanjutkan perjalanan ke arah homestay.
Subscribe to:
Posts (Atom)
Banyuwangi: Sekilas Kuliner dan Pantai Bagian Utara
Pada libur minggu panjang kali ini, saya dan istri berniat ke Banyuwangi. Kebetulan tugas istri mengantar wisatawan ke Bali, jadi dalam perj...

-
Kembali saya bersama istri pergi ke Ho Chi Minh City (HCMC) untuk libur Desemberan. Tujuan kami tidak begitu jelas sebenarnya selain mencoba...
-
Phu Quoc merupakan salah satu pulau di Vietnam yang dijadikan sebagai tujuan wisata. Di pulau ini dibangun beberapa wahana untuk menarik wi...
-
Perjalanan ke Phuket kami mulai dari Stasiun Tugu Jogja pada 23 Januari 2025 pukul 05.30 menuju ke Bandara YIA. Waktu pagi dipilih agar bisa...